Minggu, 12 April 2020

Konsep Tuhan dalam budaya Jawa

Tulisan ini semata.mata hanya untuk  "ngurip-urip i" ajaran leluhur..., agar tidak sampai hilang tersapu angin gurun.

Konsep Tuhan bagi leluhur jawa..., memang tidaklah sesederhana konsep agama.

Agama  "menamakan" Tuhan sehingga mudah diingat..., dan bahkan "mewujudkan" sosok Tuhan sehingga bisa di indera.

Bagi para "lunuwih"...,  menyebut Tuhan dengan sebutan Tuhan saja sudah menjatuhkan makna kesejatiannya.

"Tan Kena Kinaya Napa"..., begitulah leluhur jawa memaknai Sang Causa Prima..., tidak bisa disamakan dengan apapun.

Dia di atas konsep keberadaan..., "Hana Tan Hana"..., di luar apa yang kita namakan ada dan tiada..., karena Tuhan yang "meng-ada" akan jatuh dalam sifat dan anti sifatnya.

Misalkan..., jika kita menyebut Tuhan itu satu..., maka akan diperlukan ruang..., waktu..., dan kondisi untuk bisa disebut satu...;  sekaligus situasi pembanding yang dibilang bukan satu.

Oleh karena itu..., sejak dahulu leluhur menyebut Tuhan itu Maha Esa...,  bukan Maha Eka.

Esa merujuk arti "yang itu" dalam pengertian yg dalam..., sedang Eka berarti satu merujuk pada cacah bilangan.

Di bali sampai saat ini..., konsep Tuhan "tan kena kinaya napa" masih  lestari.

Pelinggih padmasana..., tempat sembahyang orang bali berpuncak bagai kursi kosong..., kadang berhias lambang Hyang Acintya.

Acintya berarti tak terpikirkan/tergambarkan/terbilang..., itulah puncak pemujaan orang Bali.

Hong.., Ong.., Aum... Om...; adalah upaya penyebutan Tuhan dalam spiritualitas yang dalam..., tanpa merujuk ke suatu sosok personal tertentu..., tetapi lebih kepada getaran hati dan jiwa..

Sang Budha Sidharta...,  tak pernah menyebut Tuhan sebagai Tuhan yang personal..., sehingga mudah bagi orang awam menyebut Budha tidak bertuhan..., atau diistilahkan sebagai Atheis. 

Sesungguhnya...,  Budha memahami "Tuhan" dengan sangat mendalam...,  hingga mengatasi sifat.

Ilmuwan berkesimpulan...,  fenomena Black Hole sebelum peristiwa Big Bang...,  adalah menjadi awal terbentuknya materi.

Black hole adalah kekosongan mutlak...,  tanpa ruang tanpa waktu...; tapi mengandung genius energy yang dalam ajaran leluhur disebut sebagai cetana (kesadaran murni).

Dalam pewayangan..., kesadaran murni disimbolkan sebagai Hyang Guru Pramesthi...,  yang mendorong terbentuknya materi..., ruang..., dan waktu yang disimbolkan sebagai Hyang Bathara Kala dalam serat Murwakala.

Tuhan Causa Prima bagi leluhur jawa bali memang tak bisa dipersonalkan..., oleh karena itu para leluhur bercerita tentang Tuhan dengan pesemon..., dengan bahasa simbol yang menakjubkan..., seperti dalam Lakon Murwakala..., Dewa Ruci..., atau Bhagawad Gita maupun Baratayuda. 

Hal ini bukan berarti mempersonalkan Tuhan adalah salah..., karena bagaimanapun manusia perlu "jembatan" dan "perahu".

Diumpamakan para manusia butuh menyeberang dari pulau materialis yang penuh duka menuju pulau hakiki penuh yang damai..., maka masing2 orang bisa menumpang dengan perahu atau meniti jembatan yang berlainan...,  namun satu tujuan.

Rahayu..

(Repeated......)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar